Paroki HKY Tomohon Ber APP Untuk Pertobatan Bangun Persahabatan Dengan Tuhan Sesama dan Lingkungan: "STOP BAKAR JERAMI DAN BUANG SAMPAH SEMBARANG"

Tomohon,12 Maret 2022.---Membangun Bumi Rumah Kita Bersama, adalah amanah Ilahi yang wajib dijalankan umatnya. Agama apapun, keyakinan apapun, alam ciptaan Tuhan adalah milik kita bersama sebagai insan ciptaanNya. Dan kita semua penghuninya, yang bertanggung jawab merawatnya. Bagi yang Nasrani: TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya di taman Eden, untuk mengusahakan dan memelihara taman itu (lht.Kej 2:15).

Demikian dengan saudara-saudara agama lain, pasti memiliki ajaran dan pandangan terkait Bumi sebagai ciptaan ilahi dan memiliki kewajiban sama untuk merawatnya. Sehingga insan ciptaanNya sehat sejahtera, menikmati cipataaNya sambil mengusahakan dan merawatnya.

Espektasi (expectation) manusia mengusahakan telah ‘gagal’. Upaya-upaya pengusahaan ciptaanNya, masih lebih pada mengambil keuntungan saja dan merugikan sesama mahluk hidup lain (eksploitasi). Terjadi ketidak seimbangan sesama penghuni, dalam Bumi Rumah Kita bersama, ketika eksploitasi saja.

Manusia yang berakal budi, lebih pada mengambil manfaat saja, tanpa berpihak dengan sesama ciptaan lain, seperti tumbuhan dan ternak, sebagai sesama ciptaan. Jadi kurang bermartabat dalam mengekspektasikan, berdampak pada berontaknya sesame mahluk dan alam.

Contoh nyata dalam kegiatan-kegiatan seperti usahatani. Petani sawah, lebih cenderung membakar saja jerami agar memudahkan kegiatan usahatani. Tanpa kita sadari, dalam kurun waktu lama dan terus-menerus akan mengganggu “sesama mahluk” lain. Asap membumbung dan menembus langit.

Kegiatan industry yang menghasilkan asap, penggunaan kendaraan yang menghasilkan asap dan lain-lain kegiatan yang hasilkan pencemaran. Yang merana sesama kita yang bertugas menjaga panas matahari masuk berlebihan ke bumi, lapisan ‘penjaga’ si ozon menipis dan bocor.

Lain lagi pembangunan infrastruktur  seperti: membangun pemukiman, membuka lahan baru, menutup sebagian laut dan sebagainya, dengan kurang memperhatikan prosedurnya, akan mengganggu lingkungan sekitar. Penebang pepohonan sebagai penyangga hujan, ahirnya kebun belum ditanami dan tanah sudah gundul. Hujan datang area tangkapan air tidak berfungsi karena telah ditebang.

Tangisan Alam, Mengetarkan Jiwa Kita

Empati dan simpati kita, bagi mereka yang langsung mengalami dampak dari tangisan alam. Bagi kita bersyukur tidak berhadapan langsung dengan tangisan ini. Kita hanya ber-empati dan simpati dan sedikit berbagi, bila ada, walau juga mulai gentar.

Tangisan alam karena terganggunya keseimbangan alam mengakibatkan: ledakan Corona Virus (Covid) yang viral tahun 2019 atau kita kenal Covid-19, telah mengetarkan dunia. Sars-Cov-2 atau dikenal Corona Virus (Covid) muncul tahun 2019 (Covid-19), telah menelan korban 3,8 juta populasi penduduk dunia, hanya dalam 18 bulan (BBC.com).

Human Immunodeficiency (HIV) yang menyebabkan Aids tahun 1980-an yang menginveksi 76 juta populasi bumi. Pemanasan global akibat menipisnya lapisan ozon. Kontribusi dari pembangunan industry-industri dan pencemaran asap kendaraan dan pembakaran hasil-hasil pertanian.

Daerah-daerah yang dahulunya tidak pernah mengalami kebanjitan, kini berteriak karena banjir. Daerah Tondano, khusus di Tataaran II Tondano Selatan berada sekitar 650-700 meter dari permukaan laut (mdpl), berteriak banjir.

Danpak dari penyempitan saluran air karena ‘direbut’ pemilik untuk memperbesar areal tinggal. Seenaknya membuang sampah di parit. Hadirnya ‘rejeki’ mahasiswa menginap, tanpa ‘martabat’ seenaknya buang sampah plastic dan menyumbat saluran air yang sudah menyempit.

Kota Tomohon, daerah 650-1200 meter dari permukaan laut (mdpl), yang tidak pernah mengalami banjir, kini mulai merasakan dan digetarkan denga banjir. Dari pengamatan penulis, dibangunnya saluran-saluran drainase, tanpa ‘mempertimbangkan’ dampak, telah menyebabkan justru ada drainase tapi banjir.

Betapa tidak, saat membangun drainase, saat mengecor penutup drainase, tiang penyangga cor, di dalam drainase tidak di buka. Hanya menunggu air hanyutkan barangkali. Tambah lagi kesadaran buang sampah rendah, dan terjadi penebangan peyangga air dihutan tangkapan air, maka air permukaan mengalir memasukki kota.

Tangisan alam, telah mengetarkan jiwa kita. Dan itu hasil ‘karya’ kita sendiri. Bangun pertobatan dan kembali bangun persahabatan dengan lingkungan. Sekecil apapun kita niatkan secara pribadi, keluarga dan komunitas untuk membangun persahabatan dengan alam.

Berkontribusi Merawaat Bumi

Rancangan ilahi Tuhan, menciptakan alam semesta yang indah, untuk diusahakan dan pelihara menjadi ‘rusak’. Bumi kita semakin menderita dan sakit, karena sesamanya tidak menjada amanah ilahi dengan baik.

Saat ini, umat kristiani memasukki masa pra paskah. Bagi umat Katholik Aksi Puasa Pembangunan tahun 2022, keuskupan Manado mengangkat tema: “Sahabat Seperjalanan untuk Memulihkan Kehidupan Bumi Sehat-Manusia Sejahtera. Selama 6 (enam) pekan, umat Khatolik diajak untuk merenungkan dan tobat sambil membaharui diri.

Pola hidup boros dengan sumberdaya, kembali direnungkan. Bila dalam kegiatan sebagai petani kebiasaan menebang seenaknya hutan, harus tobat dan melihat mereka adalah sesame. Bila tidak harus menebang, janganlah. Kalua mau tebang, rencanakan. Tebang pilih tanaman, tanam terlebih dahulu baru rencanakan tebang. Filosofi ba’pacol-ba’tanam’ba’panen, mengutip pesan Uskup Manado (APP-2022), ajakan yang tepat dan harus dipanduani.

Dari pengamatan penulis, kebiasaan petani sawah dan petani-petani lading saat panen dan buka kebun. Apa lagi musim panas, tangan sangat ringan mengambil korek api dan membakar brangkasan tanaman. Saat ini, tobat dan bangun persahabatan dengan mereka.

Karena brangkasan bila diberdayakan, sesuai tugas kita “mengelolah dan merawat”, dapat jadi sumber pendapatan. Dari pada dibakar kita menyumbang pengrusakan ozon, yang berakibat saudara ozon tidak mampu menfilter panas matahari masuk ke bumi. Dampaknya panas dan es mencair banjir lagi kekeringan.

Stop Bakar Jerami

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) kementerian Pertanian Kementan (Kementan) Republik Indonesia (RI) di Sulawesi Utara, telah hasilkan inovasi teknologi ramah lingkungan. Teknologi ini dihasilkan oleh para inventor Balitbangtan, dan sudah adaptip di Sulawesi Utara.

Kata Ir. Angela Tombuku, SPT., mengutip seniornya Ir. Paulus C.Paat, MP.,bahwa luas padang rumput di Sulawesi Utara hanya 7.624 hekto are (ha). Sedangkan lahan tegalan/ ladang dan lahan perkebunan  berturut-turut adalah seluas 342.120 dan 296.931 ha.

Ini berarti pengembangan ternak sapi di Sulawesi Utara sebagain besar tidak berbasis padang rumput (sabana), melainkan melainkan berbasis ladang dan tegalan serta perkebuna. Itulah sebabnya sentra produksi ternak sapi biasanya terpusat pada sentra-sentra produksi kelapa, jagung dan padi sawah.

Di kawasan perkebunan kelapa ternak sapi dipelihara dengan tujuan utama sebagai sapi potong dan untuk ternak kerja. Akhir-akhir ini, berkembang di masyarakat yaitu ternak sapi pacu terutama di daerah Minahasa Utara.

Kepala BPTP Sulawesi Utara, Dr.Ir.Ismail Maskromo,M.Si., menjelaskan saat diskusi dengan penulis bahwa: BPTP Sulut, telah mendiseminasikan berbagai inovasi teknologi spesifik lokasi, khususnya untuk mendukung masyarakat kita yang beternak dan mengembangkan jagung. Kegiatan pertanian basis padi sawah dan jagung, dengan metode pemberian pakan bebas makan (automatic self feeder tipe tower).

Teknologi ini, sangat menghemat tenaga kerja, menghemat biaya pakan karena memanfaatkan limbah jerami. Menghemat padang gembala, dan terutama kita dapat menekan pembakaran brangkasan-brangkasan di usahatani, karena itu cukup berbahaya untuk lingkungan.

Tobat bakar jerami, bagun kembali persahabatan dengan lingkungan kita berusaha. Sebagai petani, pertimbangkan dalam berusahatani, berkonsultasilah dengan mereka yang tahu. Cerdaslah mengelolah media social sebagai sarana konsultasi aktif dan dinamis. Gunakan media social sebagai sarana komunikasi positif, terkait usaha.

Menurut kajian para inventor BPTP Balitbangtan Sulawesi Utara, ada sekitar 5.000 sampai 10.000 kg jerami hangus dibakar jadi abu di lapangan. Dengan membakar jerami, kita telah memiskinkan 146.118 ekor sapi bobot 300 kg per tahun. Atau sekitar 292.237 ekor bila sapi kita hanya diberi 50 % jerami, karena ada makanan tambahan lain selain jerami.

Petani harus ketahu kandungan gizi jerami padi. Jerami padi, memiliki protein kasar sekitar 3,7 persen, Serat kasar 35,9 persen, lemak 1,7 persen, karbohidrat 37,4 persen dan Anu (mineral) akan terbuang bila kita membakar.

Dengan petani, keluarga tani, komunitas petani ‘Tobat” bakar jerami dan mengubahnya diberikan pada ternak, dijadikan pupuk, maka petani akan membantu hidup sapi dan tanaman serta akan menekan kerusakan ozon. Semoga dengan Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun ini, kita dapat menyadari akan kelalaian kita, dan kita manfaatkan media komunikasi di media social sebagai sarana kebaikan terpublikasi untuk bumi tidak menangis lagi. (#Artur’22)

Literatur Sumber Bacaan:

  1. Covid-19: Apa kita perlu tahu asal Covid-19 ? https://www.bbc.com/indonesia/dunia-57590872
  2. Buku APP 2022
  3. Laporan Kajian Pertanian Basis padi Sawah dengan inovasi metode pemberian pakan bebas makan (2015)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memilih Pohon Naungan Produktif Bagi Tanaman Pala Yang Belum Menghasilkan

Merawat Bumi Rumah Kita: Jangan Buang Nasi, Ada Sekitar 40.000 Orang Mati Kelaparan Setiap Hari

Bincang Whats Apps: Buang Nasi 3 butir, Potensi Kontribusi Kelaparan Pada 16.000 Orang di Indonesia?